Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. 17 : 23) Sebidang tanah sudah ditawar Aziz untuk ia beli. Tanah itu persis berada di belakang rumahnya di kawasan Cilangkap. Nilai tanah itu Rp 89 juta. Harga telah disepakati dan Aziz berjanji untuk membayarnya 2 bulan lagi.
Waktu yang dimaksud telah dekat, Alhamdulillah Aziz pun
diberi kemudahan oleh Allah untuk mengumpulkan dana. Namun ada kabar dari
kampung bahwa ayah terkena stroke dan perlu dirawat. Berangkatlah Aziz
sekeluarga ke kampung untuk menjenguk ayah. Sang ayah dibawa ke rumah sakit
& dirawat dalam waktu yang cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit. Atas
izin Allah Swt, sang ayah pun kembali ke pangkuan Allah Swt setelah dirawat
sekian lama.
Biaya perawatan ternyata tinggi, dan keluarga pun
berembug. Saat itu kondisi semua anak-anak ayah sedang kesulitan, padahal biaya
perawatan harus dibayar.
Teringat dengan tabungan yang disiapkan untuk pembelian
tanah, maka Aziz pun menarik tangan istrinya untuk bicara empat mata. “Ma…,
boleh gak uang pembelian tanah kita pakai dulu untuk bayar perawatan ayah?!”
tanya Aziz kepada istrinya. “Emmm….,” istrinya hanya bisa bergumam. Ingin
sekali ia membantu sekuat tenaga, namun ia khawatir bagaimana dengan janji
kepada pemilik tanah. “Kita saja ya yang bayar biaya rumah sakit?!” tanya Aziz
mendesak. “Ya, terserah kamu saja, Pa!” jawab sang istri. Setelah sepakat, maka
Aziz pun mengambil tabungannya untuk melunasi biaya rumah sakit. Uang sekitar
Rp 35 juta rupiah pun dibayarkan kepada pihak rumah sakit tempat ayahnya
dirawat.
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak
cukuplah seseorang anak menebus kebaikan orangtuanya – sebagai balas
jasa-,kecuali apabila anak itu menemui orangtuanya menjadi budak, lalu ia
membelinya hanya untuk memerdekakannya.” HR. Muslim
Aziz & istri berjuang keras untuk mencari dana untuk
pembayaran tanah, sedang waktu yang tersisa hanya tinggal sedikit. Hanya Allah
Swt satu-satunya sandaran bagi Aziz di saat semua yang bisa diandalkan telah
pupus. Hingga akhirnya pertolongan Allah Swt pun tiba di saat kegalauan dan kepanikan
memuncak.
Dalam sebuah pertemuan keluarga Aziz bertemu dengan
seorang sepupunya bernama Hendra. Sudah bertahun-tahun mereka tidak berjumpa.
Saling bertanya kabar dan berbagi pengalaman hidup mengalir dalam pembicaraan
mereka. Hingga Hendra bertanya tentang pekerjaan dan dimana Aziz berkantor
setiap harinya.
“Aku sekarang buka usaha konstruksi, dan kantorku
terletak di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur” terang Aziz.
“Bambu Apus yang dekat Taman Mini?!” tanya Hendra.
“Ya ,
betul” tukas Aziz. “Aku punya tanah tuh di daerah itu….!” terang Hendra ringan.
Hendra menjelaskan bahwa tanah tersebut berlokasi di jalan Gempol Raya, Bambu
Apus. Luas tanah tersebut +/- 860 M2 dan sudah lama hendak dijual namun gak
laku-laku.
Mendengar penjelasan Hendra, Aziz pun berkata, “Bagaimana kalau saya saja yang bantu menjualnya?”
Mendengar penjelasan Hendra, Aziz pun berkata, “Bagaimana kalau saya saja yang bantu menjualnya?”
“Ya, sudah. Tapi aku minta per meternya Rp. 1,5 juta ya!”
pinta Hendra. Aziz kemudian menawar bagaimana kalau ia bisa menjual dengan
nilai lebih dari yang diminta Hendra. Hendra menjawab, semua kelebihan dari
harga yang diminta akan menjadi milik Aziz.
Hasil dari pertemuan tersebut langsung difollow-up oleh
Aziz. Ia melihat lokasi tanah milik Hendra dan sesudah itu ia buat sebuah
spanduk yang menyatakan bahwa tanah tersebut dijual. Aziz amat optimistis bahwa
ia mampu menjual tanah tersebut!
Hari itu adalah hari Jum’at. Hari yang amat penuh berkah.
Ia dan 2 orang staffnya saat itu berada di lokasi tanah Hendra untuk memasang
spanduk. Spanduk itu berisikan tulisan tentang info singkat tanah dan kontak person
Aziz berikut nomer telpon yang bisa dihubungi.
Persis seperti keyakinan Aziz, habis pulang shalat Jum’at
ia ditelpon oleh seseorang. Penelpon itu menanyakan berapa harga per meter
tanah yang diminta. Aziz menjelaskan bahwa harga per meternya adalah Rp.
1.650.000,-.
Pria penelpon itu mengatakan bahwa ia berminat namun ia
hendak rembug dengan istrinya terlebih dahulu. Namun ada satu permintaan
penelpon itu yang membuat Aziz tambah optimistis. “Pak Aziz, habis maghrib saya
akan telpon lagi, namun boleh gak spanduknya diturunkan dulu agar tidak ada
orang lain yang beli!” pinta pria penelpon. “Baik, pak! Spanduk itu akan saya
turunkan, asalkan bapak serius berminat beli tanah itu…” jawab Aziz.
Betul saja, lepas Maghrib pria tadi menelpon kembali.
Dalam pembicaraan per telpon tersebut sang pria menawar harga tanah menjadi Rp
1.600.000,- per meter. Aziz dengan sigap menyetujui harga tersebut. Singkat
kata maka tanah tersebut pun dijual kepada pria tadi. Ada selisih Rp 100 ribu
per meter dari harga penjualan yang menjadi milik Aziz. Luas tanah 860 M2
membuat Aziz mengantongi keuntungan selisih jual tanah menjadi Rp 86 juta. Aziz
bersyukur kepada Allah Swt atas karunia yang amat mudah dan gampang prosesnya
ini.
Hari jatuh tempo pembayaran tanah sudah tiba. Sang
pemilik tanah datang dengan tersenyum membayang setumpuk uang yang akan ia
terima. Demikian juga Aziz dan istri pun tersenyum. Tidak hanya akan
mendapatkan halaman belakang rumah bertambah luas, akan tetapi Aziz & istri
tersenyum karena membayangkan begitu indah mereka bisa punya kemampuan membayar
tanah seharga Rp 89 juta dalam waktu yang amat sempit. Subhanallah…, rupanya
harga tanah yang ia bayar hanya selisih Rp 3 juta dari komisi penjualan yang ia
dapatkan dari tanah Hendra. Aziz meyakini proses pembayaran tanah belakang
rumah tidak semudah ini, anda ia dan istri tidak tergerak untuk membantu
pembayaran biaya rumah sakit ayah. Aziz bergumam, “Inilah balasan kebaikan yang
ia dapat sebab menolong orang tua…. sehabis menolong ayah, eh…. kontan langsung
ditolong Allah!”
Cahaya Langit, Bobby Herwibowo www.kaunee.com