Tema keluarga romantis, apalagi berbasis rumah tangga nabi yang mulia
selalu menarik dan takkan habis untuk dikaji. Bulan Maret yang lalu saya
sempat diwawancarai secara tertulis oleh majalah muslimah nasional,
ANNISA magazine. Pada sekitar Oktober majalah Syiar Nur Hidayah juga
meminta wawancara dengan tema yang tak jauh berbeda. Nah, agar lebih
luas kemanfaatan bagi kita semua, naskah wawancara tersebut kami
postingkan di blog ini. Berikut rangkuman dari hasil kedua wawancara
tersebut.
Pertanyaan : Bagaimana kita menjaga hubungan agar tetap romantis di sepanjang pernikahan?
Menjaga hubungan romantis selama pernikahan. Setiap orang memiliki
potensi romantis, hanya saja memang terkadang berlalunya waktu
menjadikan romantisme semakin berkurang dan berkurang. Hal ini terjadi
karena semakin lama maka semakin nampak kekurangan pasangan kita. Nah,
jika kita fokus pada kekurangan tersebut, dan bahkan
membesar-besarkannya, maka bisa dipastikan romantisme itu akan semakin
menipis dengan sendirinya
AlQuran memberikan inspirasi bagi kita
begitu gamblang, bahwa kekurangan pasangan pastilah selalu ada, namun
kita diminta untuk fokus pada kelebihan pasangan kita, kebaikan-kebaikan
dan banyak hal yg telah ia lakukan, bukan pada kekurangannya. Allah SWT
berfirman
“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka
bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)
Anis
Mansur seorang penulis Mesir mengatakan : ketika Anda mencintai wanita
karena kelebihannya, maka itu bukanlah sebuah cinta. Tapi ketika Anda
mencintai wanita dg segala kekurangannya , maka itulah cinta
sesungguhnya
Kita tentu sering mendengar dan menyaksikan
bagaimana seorang pasangan merawat pasangannya dg begitu setia dan
sabar. Dalam islam itulah yg dinamakan : rohmah, yaitu puncak kasih
sayang yg hanya ingin memberi bukan meminta.
Pertanyaan : Apa saja sunnah rasul dalam konteks membangun kemesraan keluarga?
Banyak
sekali dan rasa-rasanya kalau kita mempraktekkan semuanya atau
sebagiannya, kita akan terengah-engah mengikuti beliau dalam hal ini.
Teramat banyak riwayat hadits yang menceritakan bagaimana kemesraan
Rasulullah SAW dalam keluarga, sebagian dari kisah-kisah tersebut saya
nukil dalam buku Muhammad SAW the Inspiring Romance. Benar kalau kita
mengikuti beliau dalam mengelola mesra keluarga, bukankah beliau sendiri
telah merekomendasikan dalam sabdanya : Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.(HR Tirmidzi)
Jadi
kalau kita ingin belajar menjadi suami atau ayah terbaik bagi keluarga,
harus melihat setiap episode kemesraan beliau bersama keluarganya.
Kalau mau contoh aplikatifnya, misal kita mulai dari ucapan, bagaimana
beliau bertutur lembut kepada istrinya dan bahkan memanggil mereka
dengan panggilan khusus perlambang kasih sayang. Beliau juga membiasakan
kata-kata sederhana tapi berefek ajaib seperti : minta maaf, terima
kasih, dan pujian kepada istri-istrinya. Itu baru soal ucapan, belum
tentang perbuatan. Banyak riwayat tentang hal-hal berdua yang dilakukan
oleh Nabi dg istrinya, baik di dalam rumah maupun di luar rumah seperti
lomba lari bersama. Cukuplah semua itu bisa kita tangkap saat ibunda
Aisyah ditanya tentang Nabi, beliau memberikan testimoni : "Sungguh
semua urusannya adalah menakjubkan "
Pertanyaan : sebagian
masyarakat atau keluarga muslim masih malu2 untuk bersikap mesra dengan
pasangan/keluarganya. mungkin merasa pekewuh/ istilahnya "ora njawani",
bagaimana menurut ustadz?
Betul sekali, di masyarakat kita yang banyak dikaji memang seputar
bagaimana sunnah Nabi dalam beribadah, belum banyak yang khusus mengupas
bagaimana beliau dalam membina rumah tangganya. Karena itu memang yang
diperlukan adalah semacam sosialisasi, mengkampanyekan romantis ala
Nabi.
Pandangan masyarakat kita kalau soal mesra itu justru
mengarah pada sesuatu yang non islami, seperti film india dengan goyang
erotisnya, atau budaya barat dengan tari dansa dan makan malam bertabur
lilinnya. Ini yang menjadikan kita jengah dan merasa episode mesra
adalah ajaran barat dan jauh dari sunnah Nabi. Padahal yang terjadi
adalah sejak awal Rasulullah SAW telah mempraktekkan banyak hal mesra
yang luar biasa, namun jarang diungkap dalam kajian kajian di tengah
masyarakat kita.
Adalagi yang berpandangan bahwa mesra itu hanya
saat muda saja atau pengantin baru, ketika sudah tua atau membina rumah
tangga agak lama mulai merasa tidak perlu bermesraan. Ini tentu jauh
berbeda dengan yang dilakukan nabi, beliau menjalani banyak episode
mesra bersama ibunda Aisyah justru saat beliau mulai Hijrah di Madinah,
berarti pada usia 53 tahun ke atas.
Pertanyaan : Apakah boleh kemesraan orang tua dilihat oleh anak2? apa saja yg boleh?
Boleh bahkan penting. Karena sebaliknya Anak yang menjadi saksi
keributan dan pertengkaran antara kedua orangtuanya yang hampir setiap
hari, akan merekam baik-baik hal ini dan terbawa dalam bawah sadarnya
bahkan hingga dewasa nanti. Kegundahan dan kegelisahan yang dialaminya
tentu menjadi PR berat bagi perkembangannya kemudian. Sebaliknya,
suasana romantis suami istri akan menghadirkan keamanan dan kenyamanan,
sehingga anak-anak siap melangkah untuk menghadapi permasalahan dalam
kehidupannya.
Tentu yang dibolehkan disini adalah yang sebatas
menunjukkan kasih sayang, bukan gairah seksual dan yang mengarah ke hal
tersebut. Yah sebut saja dari mulai cipika-cipiki, mencium dahi, mencium
tangan, berangkulan, mengusap rambut pasangan, bergenggaman tangan,
adalah hal-hal yang wajar saat dilihat anak-anak kita.
Nah, demikian sebagian cuplikan wawancara kami bersama Majalah Annisa dan Nur Hidayah. Semoga bermanfaat dan salam optimis.