Rakyat Sesuai Dengan Kepribadian Pemimpinnya

Para ahli sejarah telah menceritakan di kitab-kitab mereka tentang keadaan para raja atau pemimpin juga keadaan para manusia yang menjadi rakyatnya, diantaranya adalah; Manusia pada zaman kepemimpinan Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi ketika mereka saling bertemu, maka mereka akan saling bertanya, siapakah yang dibunuh kemaren?, siapakah yang tekah disalib barusan?, siapakah yang telah dicambuk?, siapakah yang telah dipotong tangannya?, atau pertanyaan-pertanyaan yang semacamnya.


Pada masa kepemimpinan al-Walid bin Hisyam seorang raja yang memiliki banyak sekali perusahaan, pabrik, dan harta benda yang melimpah, maka pembicaraan yang banyak menjadi tema percakapan oleh rakyatnya adalah selalu berkaitan dengan ekonomi, membicarakan tentang model-model bangunan, kabar-kabar tentang berbagai perusahaan, membicarakan tentang berbagai jenis barang-barang terbaru, tentang lahan-lahan pertanian, tentang berbagai macam pertanian yang bisa menguntungkan, dan pembicaraan yang sejenisnya.
Pada masa kemimpinan Sulaiman bin Abdul Malik seorang raja yang gemar makan makanan yang enak dan suka sekali menikah, keadaan rakyat pada masa itu yang sering menjadi tema obrolan mereka adalah hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan rakyatnya gemar sekali menikah serta memelihara wanita simpanan. Mereka selalu membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya disetiap pertemuan-pertemuan mereka.
Dan pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz radliyallahu’anh, tema yang sering menjadi pembicaraan rakyatnya diantaranya adalah; Berapa surat dari al-Qur’an yang telah kamu hafal?, Berapa ayat yang kamu baca dan menjadi kebiasaanmu (wirid) dalam sehari semalam?, Orang itu telah hafal berapa surat dari al-Qur’an?, Berapa kali dia bisa menghatamkan al-Qur’an dalam sehari?, Berapa hari dalam sebulan ia melakukan puasa?, dan hal-hal yang semacamnya.

Sudah semestinya bagi seorang pemimpim untuk menempuh jalan-jalan yang dilalui para sahabat dan orang-orang salaf radliyallahu’anhum, selalu menjadikan mereka sebagai contoh yang diikuti dalam setiap ucapan dan perbuatan. Barangsiapa yang menyelisihi mereka, maka pasti akan mengalami sebuah kehancuran. Tiada kedudukan yang lebih tinggi bagi seorang pemimpin yang adil kecuali kedudukan Nabi yang menjadi utusan dan kedudukan Malaikat yang dekat dengan Allah Ta’ala. [ Sumber asli Qashas al-Arab juz 1 hlm 28. ]

 

Flickr Photostream

Popular Posts

Blog Archive