Ada secarik kertas pertanyaan yang ditujukan kepada Ust. Syafiq bin Riza Basalamah pada kajian “Bangkai Hidup”, yang jawabannya mencabik relung hati terdalam ratusan jama’ah pagi itu. Semua tertunduk, berurai air mata, tersedu-sedu.
Pertanyaan tersebut berbunyi:
“Ustadz, bagaimana cara agar ana yang di Jakarta, tetap bisa bermuamalah baik kepada orangtua ana yang berada di Bogor?”
Ustadz pun menjawabnya ringan diselipi canda khasnya.
“Ya akhi.. Bogor ke Jakarta itu ada keretanya nggak ya? Adakan masya Allah.. Naik kereta kan bisa akhi.. Nggak kayak dulu harus naik Unta.. Lama sampainya.”
Jama’ah pun tertawa.
Berselang beberapa detik dari gemuruh tawa yang menggema di Masjid, mendadak air muka Ustadz berubah. Kepala beliau menjadi tertunduk. Matanya terlihat berkaca-kaca. Ustadz teringat sebuah kisah nyata,
“Ana mau cerita sedikit tentang sebuah kisah dari Arab, Semoga antum bisa mengambil faidah.”
Beliau pun bercerita.
Ada sepasang suami istri, yang sudah hampir 21 tahun menikah, namun sang suami jarang sekali mengunjungi ibunya, Mereka bertemu hanya pada hari-hari raya saja.
Hingga pada suatu malam, sang istri bertanya, “Wahai suamiku, tak inginkah kau keluar malam ini bersama seorang wanita?”
Sang suami pun terkejut.
“Maksudmu wahai istriku? Seorang wanita? Aku tak mengerti.”
Sang istri berkata, “Ibumu, wahai suamiku..”.
Sang suami pun terdiam. Ia baru sadar bahwa sudah lama sekali ia tak memiliki waktu khusus dengan sang ibunda.
Ia pun segera menelpon ibundanya, hendak mengajak makan malam.
Ketika sang anak mengutarakan keinginannya kepada sang ibu, ibundanya terheran-heran.
“Ada apa gerangan anakku? Ada apa? Kenapa tiba-tiba mengajakku pergi?”
Sang anak menjawab, “Tidak, ibu. Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin mengajak ibu makan malam, berdua saja.”
Disebrang telepon, sang ibu sangat terharu, Karena setelah sekian lama, akhirnya ia memiliki waktu khusus bersama anak yang sangat ia cintai.
Sesampai di rumah sang ibu, terlihat beliau sudah berdiri di depan pintu rumah dengan pakaian yang begitu rapi, dan senyum yang teramat tulus untuk menyambut anak tercintanya. Sangat terlihat bahwa sang ibunda tak ingin terbuang waktunya barang sedetikpun.
Masuk ke dalam mobil, senyumnya masih terpajang dipipi beliau yang sudah dihiasi banyak kerutan itu.
Sang ibunda berujar, “Nak, ibu sangat bahagia malam ini.”
Sang anak membalasnya, “Begitu juga aku, bu..”, sambil mencium tangan sang ibu. Lalu mereka pun bergegas menuju sebuah restoran dan berbincang-bincang hingga larut malam. Terpampang sekali ada luapan kasih sayang dan rindu yang tak dimiliki bahkan oleh istrinya sekalipun, hanya sang ibu.
Singkat cerita, tak lama dari pertemuan malam itu, sang ibunda pun meninggal dunia.
Ya.. Pertemuan malam itu adalah rezeki terakhir mereka bisa berdua. Sungguh suatu kenyataan yang tak bisa dibayangkan, namun semua ikhlas saat itu, semua ridho, dan hanya berharap Allah jalla jalaluhu akan menempatkan sang ibunda tercinta disisiNya.
Beberapa hari setelah kepergian sang ibu, telpon genggam sang anak berdering.
“Mas, Anda sekeluarga diundang oleh seseorang untuk makan malam nanti di restoran kami,” ujar seorang pegawai restoran.
Ternyata, restoran itu adalah restoran tempat ia dan ibundanya makan malam saat itu.
“Oh begitu.. Kalau boleh tahu, siapa yang mengundang ya, mas?” ujarnya dengan keheranan.
“Seseorang mas,” jawab pegawai tersebut.
Ia pun datang untuk memenuhi undangan tersebut bersama istri dan anak-anaknya. Lalu ia bertanya kepada salah seorang pegawai, “Maaf mas, sebenarnya siapa yang mengundang kami kesini? Mana ya orangnya?”.
Pegawai itu menjawab, “Sebentar mas, saya tanyakan ke resepsionis”.
Tak lama, pegawai itu kembali untuk memberitahu nama orang yang mengundang ia sekeluarga. Ia bilang, orang yang mengundang ini sudah memesan sejak jauh-jauh hari.
Dan nama yang diucapkan oleh pegawai restoran itu adalah nama yang sangat tak asing ditelinga sang kepala keluarga itu, bahkan mengalir dalam darahnya.
Nama itu adalah nama sang ibunda tercinta.
———-
Ya ikhwah, kasih ibu sepanjang masa. Tak tergantikan oleh siapapun juga.
Bukan harta yang ia mau, tapi waktu kita yang ia tunggu.
Maka itu, jika rambut ibumu sudah memutih, kerutan kerutan sudah menghiasi tubuhnya, berkasih sayanglah kita kepadanya, jagalah ia selalu. Jangan lupa untuk hubungi meski jarak terlampau jauh. Dan do’akan agar beliau selalu dirahmati oleh Allah jalla jalaluhu selalu.
(Kisah ini diambil dari sesi tanya-jawab dengan sedikit perluasan cerita, kajian “Bangkai Hidup”, Sabtu, 23 Mei 2015 M Masjid Ar Rahmat, Slipi, Jakarta Barat. Pemateri: Ust. Syafiq bin Riza bin Basalamah)
semoga ada faedah bagi kita,mari sapa ibunda kita walaw via telpon.
Senangkan hatinya bahwa kita baik2 saja. Aamiin.. (Ali)